Sabtu, 05 November 2011

AUTOMATIC LEVEL


Automatic Level
Pada alat ini yang otomatis adalah sistem pengaturan garis bidik yang tidak lagi bergantung pada nivo yang terletak di atas teropong. Alat ini hanya mendatarkan bidang nivo kotak melalui tiga sekrup penyetel dan secara otomatis sebuah bandul menggantikan fungsi nivo tabung dalam mendatarkan garis nivo ke target yang dikehendaki. Bagian - bagian dari alat sipat datar otomatis diantaranya:
  • kip bagian bawah (sebagai landasan pesawat yang menumpu pada kepala statif),
  • sekrup penyetel kedataran (untuk menyetel nivo),
  • teropong, nivo kotak (sebagai pedoman penyetelan rambu kesatu yang tegak lurus nivo),
  • lingkaran mendatar (skala sudut), dan
  • tombol pengatur fokus (menyetel ketajaman gambar objek).
Keistimewaan utama dari penyipat datar otomatis adalah garis bidiknya yang melalui perpotongan benang silang tengah selalu horizontal meskipun sumbu optik alat tersebut tidak horizontal.
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/a/aa/Pemetaan57.jpg
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/e/e9/Pemetaan58.jpg

Keterangan :
  1. Teropong,
  2. Kompensator,
  3. Skrup koreksi/ pengatur diafragma,
  4. Skrup pengunci gerakan horizontal,
  5. Skrup kiap,
  6. Tribrach,
  7. Trivet,
  8. Kiap (leveling head/base plate), dan
  9. Tombol focus.
Ketepatan penggunaan dari keempat alat sipat datar diatas yaitu sama - sama digunakan untuk pengukuran kerangka dasar vertikal,  dimana kegunaan dari keempat alat di atas yaitu hanya untuk memperoleh informasi beda tinggi yang relatif akurat pada pengukuran di suatu lapangan.'
Rambu Ukur
Rambu untuk pengukuran sipat datar (leveling) diklasifikasikan ke dalam 2 tipe, yaitu:
  • Rambu sipat datar dengan pembacaan sendiri
  1. Jalon
  2. Rambu sipat datar sopwith
  3. Rambu sipat datar bersendi
  4. Rambu sipat datar invar
  • Rambu sipat datar sasaran
Rambu ukur diperlukan untuk mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah.
Rambu ukur terbuat dari kayu atau campuran logam alumunium. Ukurannya, tebal 3 cm – 4 cm, lebarnya + 10 cm dan panjang 2 m, 3 m, 4 m, dan 5 m. Pada bagian bawah diberi sepatu, agar tidak aus karena sering dipakai. Rambu ukur dibagi dalam skala, angka - angka menunjukan ukuran dalam desimeter. Ukuran desimeter dibagi dalam sentimeter oleh E dan oleh kedua garis. Oleh karena itu, kadang disebut rambu E. Ukuran meter yang dalam rambu ditulis dalam angka romawi. Angka pada rambu ukur tertulis tegak atau terbalik. Pada bidang lebarnya ada lukisan milimeter dan diberi cat merah dan hitam dengan cat dasar putih agar saat dilihat dari jauh tidak menjadi silau. Meter teratas dan meter terbawah berwarna hitam, dan meter di tengah dibuat berwarna merah.
Fungsi rambu ukur adalah sebagai alat bantu dalam menentukan beda tinggi dan mengukur jarak dengan menggunakan pesawat. Rambu ukur biasanya dibaca langsung oleh pembidik.
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/7/7b/Pemetaan59.jpg
Pengukuran trigonometris
Metode trigonometris prinsipnya adalah mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. Seperti telah dibahas sebelumnya, beda tinggi antara dua titik dihitung dari besaran sudut tegak dan jarak. Sudut tegak diperoleh dari pengukuran dengan alat theodolite sedangkan jarak diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta.
Pada pengukuran tinggi dengan cara trigonometris ini, beda tinggi didapatkan secara tidak langsung, karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak mendatar atau jarak miring diketahaui atau diukur, maka dengan memakai hubungan - hubungan geometris dihitunglah beda tinggi yang hendak ditentukan itu.
Bila jarak antara kedua titik yang hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka kita masih dapat menganggap bidang nivo sebagai bidang datar.
Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan atau mengambil bidang nivo itu sebagai bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu dipandang sebagai bidang lengkung, Disamping itu kita harus pula menyadari bahwa jalan sinarpun bukan merupakan garis lurus, tetapi merupakan garis lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik yang akan ditentukan beda tingginya itu jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak dapat dipandang sebagai bidang datar dan garis lurus, tetapi haruslah dipandang sebagai bidang lengkung dan garis lengkung.
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/0/04/Pemetaan60.jpg

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/3/36/Slag19.jpg
Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur pengukuran dan perhitungannya adalah sebagai berikut:
  • Tegakkan theodolite di A, ukur tingginya sumbu mendatar dari A. Misalkan t,
  • Tegakkan target di B, ukur tingginya target dari B, misalkan l,
  • Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith),
  • Ukur jarak mendatar D atau Dm (dengan EDM), dan
  • Dari besaran-besaran yang diukur, maka:
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/f/fa/Slag20.jpg
Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi sudut refraksi dan bidang-bidang nivo melalui A dan B harus diperhitungkan sebagai  Permukaan yang melengkung apabila beda tinggi dan jarak AB besar dan beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Lapisan udara dari B ke A akan berbeda kepadatannya karena sinar cahaya yang datang dari target B ke teropong theodolite akan melalui garis melengkung. Makin dekat ke A makin padat. Dengan adanya kesalahan karena faktor alam tersebut di atas hitungan beda tinggi perlu mendapat koreksi.


http://www.crayonpedia.org/wiki/images/4/41/Slag22.jpg
Dimana:
  • k = koefisien refraksi udara = 0.14
  • R = jari-jari bumi 6370 km
  • Besarnya sudut refraksi udara r dapat dihitung dengan rumus:
    R = rm . Cp . Ct
    rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mmHg, temperatur udara 100C dan kelembaban nisbi 60%
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/1/16/Slag23.jpg

Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik, maka pengukuran harus dilakukan bolakbalik. Kemudian hasilnya dirata - ratakan, dapat pula beda tinggi dihitung secara serentak dengan rumus:
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/c/c8/Slag25.jpg
dimana:
  • HA dan HB tinggi pendekatan A dan B (dari peta topografi)
  • m1’, m2’ sudut miring ukuran di A dan B
  • t dan 1 dibuat sama tinggi.

Pengukuran Barometris
Metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi.
Pengukuran dengan barometer relatif mudah dilakukan, tetapi membutuhkan ketelitian pembacaan yang lebih dibandingkan dua metode lainnya, yaitu metode alat sipat datar dan metode trigonometris
Hasil dari pengukuran barometer ini bergantung pada ketinggian permukaan tanah juga bergantung pada temperatur udara, kelembapan, dan kondisi - kondisi cuaca lainnya.
Pada prinsipnya menghitung beda tinggi pada suatu wilayah yang relatif sulit dicapai karena kondisi alamnya dengan bantuan pembacaan tekanan udara atau atmosfer menggunakan alat barometer

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/b/b1/Pemetaan62.jpg

Dari ketiga metode di atas yang keuntungannya lebih besar ialah alat sipat datar, karena setiap ketinggian berbedabeda dan tekanan berbeda - beda maka hasil pengukurannya pun berbeda - beda. Pengukuran sipat datar KDV maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik - titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik - titik lain yang lebih detail dan banyak. Tujuan pengukuran sipat datar KDV adalah untuk memperoleh informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan yang sedemikian rupa sehingga informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang lebih kompleks. Referensi informasi ketinggian diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi pantai yang dikenal dengan nama pengamatan pasut. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana yang bekerja secara mekanis, manual, dan elektronis.
Pengukuran sipat datar KDV diawali dengan mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan bidik alat sipat datar optis melalui suatu pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand.
Peristiwa alam menunjukan bahwa semakin tinggi suatu tempat maka semakin kecil tekanannya. Hubungan antara tekanan dan ketinggian bergantung pada temperatur, kelembaban dan percepatan gaya gravitasi. Secara sederhana kita dapat menentukan  hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan tinggi.
Menurut hukum Boyle dan Charles:
P . V = R . T..........................................1
Dimana:
P = tekanan gas (udara) persatuan masa, dalam satuan Newton/m2
V = volume gas (udara) persatuan masa, dalam satuan m3
R = konstanta gas (udara)
T = temperatur gas (udara) dalam satuan kelvin (00C = 2730K).
Disamping itu, karena antara massa m dengan volume V dan kepadatan 􀁇 mempunyai hubungan:
M = V . 􀁇
Maka untuk satu satuan masa, V = 1/􀁇. Dengan demikian rumus di atas akan menjadi:
P = . R . T....................2
Bila perubahan tekanan udara adalah dp untuk satu satuan luas sesuai dengan perubahan tinggi dh, maka:
Dp = - g . 􀁇 . dh..............3
Dimana g = percepatan gaya berat, 􀁇 = kepadatan udara. Kombinasi rumus 2 dan 3 akan memberikan:
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/e/e3/Slag26.jpg
Bila P1 adalah tekanan udara pada ketinggian H1 dan P2 adalah tekanan pada  ketinggian H2, maka dengan menggunakan rumus 4
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/0/03/Slag27.jpgharga konstanta R dapat ditentukan besarnya, apabila kita menentukan harga standar untuk p = ps , 􀁇 = 􀁇s dan T = Ts. Dari rumus 2:
http://www.crayonpedia.org/wiki/images/2/2d/Slag28.jpg


Subtitusikan harga R persamaan 6 kedalam persamaan 5:

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/6/61/Slag29.jpg
Bila diambil harga standar sbb:
Ps = 101325 N/m2 yang sesuai dengan tekanan 760 mmHg pada temperatur 00C dan g = 9.80665 N/kg

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/b/b2/Slag30.jpg
Dimana:
P2 = tekanan udara pada ketinggian H2 dalam mmHg
P1 = tekanan udara pada ketinggian H1 dalam mmHg
T = temperatur udara rata-rata pada ketinggian H1 dan H2 dalam 0K
Ts = temperatur udara standar = 2730K
Prosedur pengukuran
Ada beberapa metode pengukuran yang dapat dilakukan, namun disini kita akan bahas dua metode, yaitu:
  • metode pengukuran tunggal (single observation)
  • metode pengukuran simultan (simultaneous observation)
1. Pengukuran tunggal
Misalkan titik - titik A, B, C, D akan ditentukan beda - beda tingginya. Alat ukur yang digunakan satu alat barometer dan satu alat thermometer.

http://www.crayonpedia.org/wiki/images/1/12/Pemetaan64.jpg

Misal titik A telah diketahui tingginya.
  • Pertama sekali catat tekanan dan temperatur udara di A.
  • Kemudian kita berjalan menuju titik B, C, D dan kemudian kembali ke C, B, dan A. Pada titik-titik yang dilalui tadi (B, C, D, C, B, A) kita catat pula tekanan dan temperatur udaranya.
  • Dengan pencatatan besaranbesaran tekanan dan temperatur di setiap titik, dengan rumus 8 dapat dihitung beda-beda tingginya.
  • Dan dari ketinggian A dapat dihitung ketinggian B, C, dan D
Dalam keadaan atmosfir yang sama idealnya pencatatan di setiap titik dilakukan, namun pada pengukuran tunggal hal ini tidak mungkin dilakukan. Sehingga pencatatan mengandung kesalahan akibat perubahan kondisi atmosfir.


Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 3 mengenai pengukuran kerangka dasar vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut:
  • Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik - titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya  terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu.
  • Pengukuran tinggi merupakan penentuan beda tinggi antara dua titik. Pengukuran beda tinggi dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu:
  1. Metode pengkuran penyipat datar
  2. Metode trigonometris
  3. Metode barometris.
  • Pengukran beda tinggi metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Pengkuran sipat datar terdiri dari beberapa macam, yaitu:
  1. Sipat datar memanjang
  2. Sipat datar resiprokal
  3. Sipat datar profil
  4. Sipat datar luas
  • Pengukuran beda tinggi metode trigonometris prinsipnya yaitu mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah   rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite.
  • Pengukuran beda tinggi metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi.
  • Tingkat ketelitian yang paling tinggi dari ketiga metode tersebut adalah sipat datar kemudian trigonometris dan terakhir adalah barometris. Pada prinsipnya ketiga metode tersebut layak dipakai bergantung pada situasi dan kondisi lapangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar